Blog post ini dibuat dalam rangka mengikuti Proyek Menulis Letters of Happiness: Share your happiness with The Bay Bali & Get discovered!
Suasana
The Bay Bali—tepatnya di Pirates Bay—semarak. Banyak anak kecil yang sedang
bermain di sini.Bermain a la bajak laut dengan semangatnya. Terlihat dari raut
wajah mereka yang sangat excited—bertanya
ini-itu kepada sang pemandu. Mereka tetap tertib dan tidak banyak ngobrol
dengan temannya sendiri ketika sang pemandu sedang menjelaskan—mungkin—aturan
permainannya. Pemandunya pun tidak tanggung-tanggung.Dia memakai pakaian bajak
laut seperti Jack Sparrow.Membuat anak-anak semakin semangat ingin bermain.
Lalu,
pandanganku beralih.Melihat ke sekitar.Cantik dan sangat memanjakan mata.Semuanya
terlihat sempurna.Tidak seperti restoran kebanyakan, konsep restoran ini
unik.Sama seperti namanya, Pirates, konsep restorannya pun bergaya bajak
laut.Ada kapal khas bajak laut yang “terdampar” di sini. Tidak hanya itu yang
membuatnya berbeda dari yang lain.Selain ada aktivitas seperti yang dilakukan
oleh anak-anak tadi, ada rumah pohon juga yang sudah dilengkapi dengan bantal-bantal
empuk untuk pengunjung yang membutuhkan tempat bersantai lebih private. Tenda-tenda kecil juga sudah
dipersiapkan dan tambahan plusnya, ada barbecue
time lengkap dengan api unggunnya.
Beda. Itulah yang kurasa.Seburat
kenangan muncul kembali.Berputar dengan lambatnya sehingga aku bisa
merasakannya seperti dulu.Gemetar, lemas, dan akhirnya aku kembali kalah saat
air mataku turun perlahan di pipi.Aku menyekanya dengan tangan kiriku.Sementara
tangan kananku digenggam dengan eratnya oleh Khrisna, suamiku. Oh, Tuhan, aku
bahkan lupa dengan dirinya. Di sini, berdiri di sampingku dan akan tetap berada
di sampingku untuk selamanya.
“Berbahagialah, Sayang. Kamu berhak
bahagia,” ucapnya tenang.Namun, ucapan itu membuat air mataku mengalir deras.
Berhak
untuk bahagia?Siapa?Aku?Yang berhak untuk bahagia adalah kamu, Khris.Aku
membatin.
Melihat tangisku semakin pecah,
Khrisna segera memelukku.Hangat dan aku bisa merasakan seluruh cinta dan
sayangnya.Pelukannya sangat erat. Seerat ia menggenggam tanganku tadi. Dielusnya
kepalaku perlahan.Perlakuan yang sedemikian romantisnya ini kembali
mengingatkanku ke kenanganku.Ya, sebuah cinta yang kupunya dan kini aku harus
mengikhlaskannya pergi.
Air mataku sepertinya belum mau
berhenti.
“Oke. Ke pohon kita yuk. Aku sudah reserve satu khusus buat kita,” kata
Khrisna sambil tersenyum, “gendong?”
Aku ikut tersenyum walau masih ada
sisa-sisa air mata dan kemudian mengangguk.Khrisna segera menggendongku.Aku
benamkan mukaku di lehernya.Kalau manjaku sudah keluar begini, Khrisna pasti
melancarkan serangan-serangan noraknya hanya untuk membuatku
tersenyum.Setidaknya, karena ia sedang menggendongku, ia tidak mengeluarkan
aksi urat-malu-putusnya di depan umum melainkan menggantinya dengan
cerita-cerita lucu.
“Kita sudah sampai di pohon kita,
Tuan Putri,” katanya sambil menurunkanku, “kamu naik ke atas duluan, ya. Aku
mau pesan grilled barracuda samacoconut paradise kesukaanmu dulu. Oke?”
Aku hanya mengangguk walaupun aku
masih aneh sendiri.Kan, ada waitress.Khrisna bisa saja memesan lewat pelayan
tanpa dia yang harus memesan sendiri.Tapi, biarlah.Mungkin, Khrisna memang
sengaja memberikan aku waktu untuk sendiri.
Grilled barracuda dan coconut
paradise.Dua menu favoritku dan bukan tidak mungkin itu juga menu favorit
pengunjung di sini.Semua itu sebenarnya juga favorit dia. Dulu.Dan aku langsung mengklaim bahwa itu juga menjadi menu
favoritku. Sejak awal ia membawaku ke sini dan sejak ia memesankan makanan itu
saat aku bingung harus memilih makanan apa. Kujajaki tangga rumah pohon satu
per satu.Ya, aku memang cengeng.Menaiki tangga rumah pohon saja, aku menangis.
Khrisna selalu me-reserve rumah pohon
yang sama. Bahkan, ini adalah rumah pohon yang sama saat ia dan aku ke sini,
lima tahun yang lalu.
Mungkin, kalian akan menganggapku
gila. Mungkin kalian akan berpikir, nggak mungkin ini adalah rumah pohon yang
sama karena bisa saja pihak dari The Bay Bali merenovasi atau apalah. Tapi,
entahlah.Perasaanku kuat.Aku berani bertaruh bahwa anak tangga ke-12 pasti
berdecit.
Ciiit.
Tepat anak tangga ke-12,
berdecit.Aku benar. Aku nggak tau harus bersikap apa. Bangga kah karena
perasaanku kuat dan benar atau sedih karena ini adalah pohon yang sarat dengan
kenangan? Oh, Tuhan. Mengalahkan kenangan saja aku tak bisa.
Ini
semua salah Khrisna.Dia selaaalu membawamu ke kenangan itu. Dia ingin kamu
bahagia, tapi apa? Apakah kamu bahagia dengan perlakuannya?Sebagian diri
aku bergumam.Jelas dan nyata.Gejolak amarah seketika merambat naik di
tubuhku.Pikiran-pikiran liar tak terkendali semakin nyata di otak.Tapi,
semuanya sirna saat aku melihat banyaknya hamparan kelopak mawar merah utuh di
tingkat pertama rumah pohon atau yah, aku biasa bilang di cawan pertama.
Kelopak mawar utuh menutupi seluruh
cawan.
Di setiap sudut, bantal bersarung
oranye kini berganti putih.Di tata sedemikian rupa sehingga menimbulkan suasana
romantis. Atribut pirates atau yang bergaya a la Jack Sparrowsama sekali nggak
ada.Aku melangkah dengan hati-hati. Takut merusak kelopak bunga yang masih
cantik dan segar itu.Berapa lama Khrisna menyiapkan ini semua?
Aku naik ke cawan selanjutnya.
Aku pun kembali kaget.
Cawan kedua pun juga ditutupi oleh
kelopak bunga mawar utuh—bukan merah, tetapi putih—sampai tak ada lagi lantai
kayu kosong yang tersisa.Seluruh sisinya juga ditutupi tirai tipis berwarna
senada dengan lantai mawarnya.Putih.Namun, ada satu yang menarik
perhatianku.Ada sebuket bunga mawar merah yang disandarkan di batang pohon dan
sebuah kotak tepat ditaruh tepat disebelah buketnya.
Aku ambil buket dan kotaknya.
Di dalam kotak, hanya terisi sebuah
surat.
Kubuka dan mulai kubaca.
*
Pulau Dewata memang surganya para
turis.Domestik maupun asing.Itu juga yang dirasakan oleh Radha. Ini memang
bukan kali pertama ia menginjakkan kakinya di tanah para dewa. Melainkan sudah kesekian
kalinya hingga ayahnya membeli sebuah rumah kecil di Bali untuk tempat mereka
sekeluarga beristirahat.Semacam villa.
Radha menggelayut manja di lengan
ayahnya. Sang ayah, yang hanya memakai kaus oblong berwarna biru, celana pendek
berwarna sama, serta tidak ketinggalan topi bekas ospek dari universitas tempat
Radha menuntut ilmu, tersenyum sumringah. Bahagia terpancar jelas dari
wajahnya.
“Kenapa pakai topi yang itu, Yah?
Malu, tau,”kata Radha.Dia menekuk mukanya dalam-dalam.
Ayahnya tertawa mendengar perkataan
si tunggal.“Kalau kamu malu, kalau Ayah bangga.”
Radha merona.Hanya dengan masuk ke
universitas negeri yang diburu seluruh orang se-Indonesia bahkan juga luar
negeri, beralmamater kuning, itu sudah membuat ayahnya bangga.Senang namun membuat
Radha merenung sendiri.Hal itu belum cukup.Radha ingin membuat hari-hari
ayahnya bahagia seperti hari ini. Tentunya juga bangga seperti hari dimana ia
dikukuhkan menjadi mahasiswa di universitas idaman orang se-Indonesia.
“Ayah sudahpesankan tempat di
restoran favorit kita.”
“Ke sana lagi?” ujar Radha berbinar.
“Ya.Kita akan ke Pirates Bay.”
Pirates Bay adalah restoran unik berstyle bajak laut.Pecinta seafood mesti
datang ke sini.Makanan dan minumannya sungguh buat kita nagih.Awal pertama Radha ke Pirates Bay, Radha bingung. Dia pecinta
seafood sejati dan dia nggak tau harus memesan apa karena jika ingin menuruti
kemauannya, ia bisa saja memesan seluruh menu yang ada. Mulai dari appetizer sampai dessertnya.Ayahnya lalu memberikan rekomendasi. Grilled barracuda
dan coconut paradise, es krim berwadah kelapa dan disajikan dengan astor dan
saus cokelat. Dua menu yang sanggup membuat lidah Radha bergoyang. Radha nggak
menyangka bahwa daging barakuda enak juga!
Sesampainya di Pirates Bay, ayahnya
langsung memboyong Radha ke salah satu rumah pohon.Tempat yang sudah dipesankan
untuk mereka berdua.Di dalam rumah pohon, mereka bercerita banyak. Sebetulnya,
Radha, sih, yang banyak bicara.Radha memang cerewet.Maklum, anak tunggal dan
sudah ditinggal oleh ibunya. Dan sang ayah memutuskan untuk tidak menikah
kembali.
“Ayah selalu memilih tempat ini.
Kenapa?”
“Ayah seperti bisa merasakan ibumu
hadir di sini,” katanya tenang sambil tersenyum, “ibumu selalu suka Bali. Dan
resto ini menjadi tempat favoritnya.Asal kamu tau saja, saat kamu sibuk skripsi
dan nggak mau diganggu, ayah dan ibu pergi ke sini.Bulan madu kedua kalinya.”
“Huh, pantes. Bibi mesem-mesem pas aku tanya ayah sama ibu
ke mana.” Radha cemberut, namun dalam hatinya senang.Sampai akhir hayat ibunya,
mereka tetap romantis.Nggak kalah dengan pasangan muda.
“Khrisna orang yang baik. Ayah
merestuimu,” katanya tiba-tiba.
Radha termenung. Selama ini, ayah
dan ibunya memang tau kalau ia berpacaran dengan Khrisna. Namun,hanya sebatas pacaran.
Perkataan ayahnya tadi, apakah ia sudah memperbolehkannya untuk menikah dengan
Khrisna?
“Maksud ayah?”
“Jika nanti Khrisna melamarmu, ayah
restui.”
Radha tidak pernah berbicara
seserius ini dengan ayahnya.Tapi, Radha senang.Ayahnya sudah memberikan lampu
hijau untuk dirinya dan Khrisna ke jenjang yang lebih tinggi dan itu berarti
ayah sudah percaya dengan Khrisna.
*
Khrisna termenung di tangga rumah
pohonnya. Sesekali ia melihat ke atas. Tirai tipis yang membentang bergerak
tertiup angin.Kosong.Itulah yang dilihatnya. Khrisna melihatnya seperti tidak
ada siapa-siapa di sana. Semuanya
sangat tenang.Bahkan terlalu tenang.Namun, Khrisna membiarkan saja.Biarlah.Jika
Radha ingin menangis, menangislah sepuasnya.Khrisna berharap, tangisan
selanjutnya adalah tangisan kebahagiaan.
Khrisna masih ingat betul saat
itu.Saat ayah Radha meninggal dunia.Pikiran Khrisna seperti me-rewind ke hari di mana Radha menelponnya
untuk memberitahu jika ayahnya sakit dan akhirnya tiada.
*
Radha
masih terdiam di pusara sang ayah. Tepat disebelah makam ayahnya adalah pusara
sang ibu tercinta.Setelah para pelayat mengucapkan belasungkawa dan beranjak
pulang, Radha masih dalam diamnya.Tidak terdengar isak tangis dan hanya
berbicara seperlunya kepada pelayat yang hadir.Jika ditanya tentang kronologi
ayahnya, Radha bungkam atau hanya memberi sedikit informasi.Kalau sudah seperti
itu, Khrisna ambil alih keadaan.Dia yang menjawab semua pertanyaan dari
pelayat.Khrisna tau.Sangat tau bahwa orang tercintanya sedang terpuruk di titik
yang paling rendah.
Sejauh ia berpacaran dengan Radha,
ia mengetahui bahwa kekasihnya amat sangat dekat dengan ayahnya. Mungkin,
karena Radha adalah anak perempuan dan tunggal. Apalagi, sang ibu telah meninggalkannya setahun yang lalu. Jika
sedang berkunjung ke rumah Radha, Khrisna malah sering menghabiskan waktunya
dengan ayah Radha.Dari bermain catur sampai mengobrol hal nggak penting seperti
“duluan ayam apa telur”.Sedangkan, Radha malah lebih sering berkutat di
dapur.Membuatkan makanan dan minuman untuk kedua pria yang dia sayang.
Khrisna pun juga tidak menyangka
akan secepat ini. Seminggu yang lalu, baru saja Radha memberitahu bahwa ia akan
“berkencan” dengan ayahnya ke Bali.Ke tempat favoritnya, Pirates Bay. Dan tiga
hari kemudian, sang ayah tumbang di rumahnya di Bali. Stroke.Begitulah kata
dokter.Namun, sayang.Pembuluh darah pecah tepat pada pusat kehidupan.Di batang
otak. Koma selama tiga hari dan akhirnya sang ayah kembali kepada-Nya.
Selama waktu itu, Khrisna hanya
mampu menemani Radha tanpa banyak bicara.Dengan kehadirannya, Khrisna berharap
bisa membantu menguatkan psikis Radha yang masih kacau.Tidak hanya sebatas
menguatkan Radha, harapan Khrisna lebih jauh dari itu.Ia ingin Radha bahagia.
Selamanya.
*
Ya Tuhan, Khrisna
Aku
menutup mulut dan air mataku kembali tumpah. Surat itu benar-benar membuatku
sadar. Kulihat di salah satu sudut cawan. Khrisna sudah duduk bersila di sana.
Tersenyum. Sudah berapa lama dia di sana? Dan tanpa sadar aku ikutan tersenyum.
Aku mendekat kepadanya dan kemudian memeluknya. Erat. Sangat erat. Dia hanya
mengelus kepalaku perlahan. Dikecupnya pucuk kepalaku dengan mesra.
“Aku
hanya ingin buat kamu bahagia.”
“Tapi,
kenapa di sini?” kataku sambil menatap Khrisna.
“Kamu
sudah baca surat dariku kan?”
Aku
hanya mengangguk.
“Ayah
menyayangimu. Ibu juga. Dan aku pun begitu,” ucapnya tenang.
Ya,
seharusnya aku bersyukur. Ada Khrisna di sisiku.
“Berapa
lama kamu nyiapin ini semua?”
“Kalau
aku kasih tau, kamu sun aku ya,” ujar Khrisna sambil mengerling nakal padaku.
Aku
tersipu dan mencubit perutnya. Dia hanya tertawa.“Janji sama aku ya?”
“Janji
apa?”
“Janji
akan selalu ada di sebelahku sampai ajal memisahkan?”
“Saat
ijab qabul, bahkan saat aku telah
memantapkan hati untuk terus serius sama kamu, aku sudah berjanji. Dan kamu
juga harus janji satu hal sama aku.”
“Apa?”
“Jangan
sedih lagi, ya. Bukan hanya aku saja yang akan sedih. Tetapi, kedua orang tuamu
juga akan sedih.”
“Ya,
aku janji.”
*
Bali, 6 April 2014
Radha sayangku,
Aku
tahu, kamu masih terpuruk. Ayahmu, seseorang yang amat sangat memanjakanmu,
tiada. Aku sadar, aku tidak bisa menggantikan posisinya di hatimu. Namun, aku
berusaha. Ingin membuatmu bahagia. Selamanya.
Sayang,
tahukah kau tentang satu hal? Aku sudah lama menyimpan ini sendirian. Berat,
sebenarnya. Namun, demi kamu, aku rela. Bukan, aku bukan menyimpan suatu
barang. Tapi, suatu rahasia. Sebelum kamu dan ayah pergi ke Bali, dia memintaku
untuk bertemu dengannya. Ada satu janji yang sudah kuucapkan di depannya. Janji
untuk membahagiakanmu. Entah ini sebuah pertanda atau hanya kebetulan saja aku
tidak tahu. Sesudah aku berjanji, ayahmu merestui kita untuk hidup bersama.
Menikah.
Mungkin,
kamu sering berpikir kenapa aku selalu mengajakmu ke tempat yang kau datangi
dulu bersama ayah dan ibumu. Bukan, bukan untuk membuatmu menangis karena
mengingat mereka. Itu karena aku tahu, bahwa itu tempat favoritmu. Mungkin,
memorimu akan memutar kembali saat-saat kamu bersama ayah. Tapi, bukan untuk
ditangiskan. Melainkan hanya untuk dikenang.
Ikhlaskanlah,
sayang. Ikhlaskanlah semuanya. Mengikhlaskan bukan berarti melupakan. Ikhlas
akan membawa hatimu damai. Ayah dan ibumu akan tersenyum bahagia di surga.
Begitu pun denganku. Janjiku kepada ayah akan tunai ketika kamu bahagia
bersamaku. Dan aku akan terus berusaha untuk membahagiakanmu sampai Dia
memanggil kita berdua.
Sekarang,
bagiku, bahagia adalah aku bersamamu selamanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar